Monday, March 15, 2010

kacau-parah-bused

Ini adalah hari terbanyak aku bilang kacau, parah, dan bused. Aku juga baru sadar setelah kejadiannya selesai..

Pagi ini aku kesiangan sekitar 5 menit. Tapi ga ada kompromi satu menitpun untuk yang namanya macet. Macet yang tadinya "merayap" dalam semenit bisa berubah jadi "padat merayap" dan semenit lagi "padat tak bergerak" (mungkin ga selebay it juga.. tapi ya sudahlah.)

Semalem kayakny turun hujan yang cukup deras. Jalanan rusak di depan Arco-Sawangan banjir lagi dan bikin macet parah yang udah memanjang jauh. Aku di mobil dengan supirku, kebingungan mau gimana. Ke sekolah pasti telat. Mau masuk jalan tembus, akunya ga tau jalan hehe.. (supirku masih baru, jadi belum tau banyak jalan tembus ke sekolah)
Tapi kemudian aku ngeliat ke sisi kanan jalan dan melihat sebuah gang kecil yang familiar.

Aku: "Pak.. Bapak tau jalan tembus yang keluarnya samping Dwiwarna itu ga Pak"
Supirku: "Hah? Ngga Dek"
Aku: "Yah..."
Supirku: "Bisa lewat situ ya?"
Aku: "Iya, kayaknya masuknya lewat gang itu tapi aku ga inget juga jalan di dalemnya."
Supirku: "Ohh.. ya udah dicoba aja Dek."
Aku: "Kalo salah gimana? Aku ga yakin juga itu gangnya."
Supirku: "Nanti bisalah.. yang penting ambil kiri terus aja. Emangnya Dwi Warung itu di mana Dek?"
Aku: "... DwiWARNA Pak, itu nama sekolahan... -_-"
Supirku: "Oohh..."
Aku: "Jadi gimana nih Pak?"
Supirku: "Ya udah. Masuk situ aja ya? Daripada ini macet ga jalan-jalan.."
Aku: "Tapi nanti kalo nyasar di dalem gimana? Malah makin lama dong."
Supirku: "Bisa, bisa. Tuh banyak yang masuk situ."
Aku: "Oh ya udah. Eh itu ikutin angkot aja Pak."
Supirku: "Iya."

Akhirnya kami pun menyalakan lampu sign ke kanan. Eh. Mobil X-Trail di depanku juga tiba-tiba ikutan. Dia juga segera belok ke gang itu, mendahului mobilku. Mobilku pun menyusur di belakangnya. Saat di dalam gang, aku mulai yakin itu gang yang bener. Aku liat ke belakang, dan udah banyak angkot serta mobil-mobil lain yang berderet panjang memanfaatkan jalan tembus itu juga.

Jalan tembus itu masih termasuk primitif. Jalannya tanah dan jeblog banget karena hujan semalam. Rumah-rumah warga masih berjauhan jaraknya, dan kebanyakan bukan rumah berdinding semen. Pohon di mana-mana, juga masih ada beberapa empang. Jalanannya sempiiitttt banget. Kebanyakan hanya muat satu mobil, atau satu setengah. Jadi kalau papasan dengan mobil dari arah berlawanan, ya sudah... dia mundur atau kita yang mundur, menepi di ceruk sempit semak-semak atau halaman rumah orang. Dan itulah yang terjadi pagi hari itu, dan benar-benar heboh. Kacau-parah-bused.

Sebelum "kekacauan maju mundur" itu terjadi, penanjakan masalah dikarenakan oleh mobil X-Trail di depanku. Yang bawa sepertinya supir juga, tapi seperti baru belajar nyetir atau belum lama bawa mobil. Kata supirku, dia tidak bisa membedakan jalan mana yang sudah banyak dilewati orang dan mana yang belum. Belum apa-apa dia sudah berhenti di pertigaan pertama untuk nanya jalan sama warga, padahal kata supirku jelas harusnya dia belok ke kiri, bukan lurus, tanpa perlu ditanya. Deretan mobil di belakang mobilku pun mulai paduan suara klakson. Akhirnya X-Trail jalan lagi. Ke kiri. Seperti kata supirku.

Menyusuri jalan sempit dan jeblog, X-Trail sepertinya kewalahan. Jalannya lambat dan menghindari kubangan dengan heboh. Padahal pada akhirnya ga bisa terhindarkan juga kena air tanah itu -_-
Dari dalam mobil, supirku sudah ngomel-ngomel sendiri. Aku ketawa aja (abis ngomelnya lucu xD)
Sampai akhirnya supirku ga tahan lagi saat tiba di sebuah tikungan tajam ke kiri, yang adalah sebuah turunan dan kalau lurus masuk jurang kecil turun ke empang. X-Trail ini belok lama sekali. Memang perlu hati-hati, tapi tikungan itu ga segitu mengerikannya juga sampai harus maju mundur dua kali saat belok...
Sudah berhasil belok, X-Trail tiba-tiba berhenti. Supirku ngomel lagi. Ada apa sih si X-Trail ini.. -_-
Dia mundur. Supirku kaget. Langsung di-klakson keras.
Dia maju. Aku dan supirku bengong, nunggu.
Dia mundur lagi. Supirku klakson lagi.
Dia maju.
Dia mundur lagi.
Ini X-Trail lagi ngajak bercanda atau apa sebenarnya....
Deretan angkot dan mobil-mobil di belakangku juga udah gusar, paduan suara klakson lagi. Ditambah beberapa pengendara motor yang ga bisa lihat celah dikit, main selap-selip aja di jalan sempit itu, membuat mobil-mobil gelisah.
Supirku udah ga sabaran. Dia turun dari mobil.

Supirku: "Pak. Ada apa sih Pak??? Itu kesian itu udah pada ngantri di belakang, turunan lagi!"
X-Trail: "Rodanya masuk parit pak!"

OH

Udah beloknya lama, maju mundur, pelan, bikin mobil-mobil di belakang nunggu sampe kesel, belok ga masuk empang, roda kirinya malah masuk parit. Bagus.

Supirku: "Ya itu banting kanan aja Pak, nanti keluar!"
X-Trail: "Ya..."

Setelah itu pembicaraannya udah ga terlalu bisa terdengar olehku yang nunggu di mobil. Beberapa saat kemudian supirku pun balik ke mobil sambil geleng-geleng kepala.

Supirku: "Haduuh haduh di orang.. adaa aja supir begitu. Paling depan lagi, jalannya.... Masyaallah..."

Aku ketawa lagi. Di saat macet dan mengejar waktu begini ada aja hal macam ini...

Akhirnya X-Trail sepertinya menuruti saran supirku. Dia banting ke kanan, ngesot sebentar tapi akhirnya roda kirinya berhasil keluar dari parit. Jalan lagi. Baru jalan sedikit, dari tikungan di depan muncul sebuah angkot dari arah berlawanan. X-Trail kebingungan lagi.
Tak ada jalan lain, akhirnya angkot tersebut mundur.
X-Trail maju, mobilku dan deretan mobil di belakangku juga maju. Pelan. Kesian banget angkotnya, udah mundur jauuh banget tapi belum ketemu juga celah untuk menepi. Mana ada tanjakan lagi... mau ga mau angkot itu menaiki tanjakan dengan mundur. Akhirnya ketemu pertigaan. Angkot itu pun masuk ke sebuah gang sementara kami belok ke gang yang satunya dan terus jalan perlahan menuju gang keluar di samping Sekolah Dwiwarna.

Bertemu pertigaan lain, X-Trail kebingungan lagi. Tak ada warga yang bisa ditanyai. Dia pun ambil jalur lurus. Supirku bengong. Aku juga. Ngapain itu X-Trail malah lurus? Harusnya kan ke kiri lagi.... Tapi aku dan supirku bersyukur aja. Tanpa X-Trail itu, perjalanan bisa berlangsung lebih cepat. Bagus.
Mobilku akhirnya jalan paling depan.

Sudah dekat banget sama jalan keluar, tiba-tiba ada APV masuk, arah berlawanan. Aku dan supirku bengong lagi. Apalagi saat satu per satu mobil-mobil lain muncul di belakang APV itu. Apalagi saat menyadari jalanan kali ini situasinya: kanan tembok, kiri jurang kecil yang di bawahnya ada pohon-pohon dan beberapa rumah warga. Lebar jalan itu hanya mencukupi sekitar satu setengah badan mobil aja. Mau maju? Ga bisa. Bisa-bisa malah masuk jurang, gelinding, nimpa rumah warga. Mau mundur? Deretan mobil di belakang udah panjang banget. Masa mundur satu-satu, mau sampai kapan?

Supirku membuka kaca dan menyarankan kepada Bapak yang nyetir APV supaya deretan dia aja yang mundur, karena dekat ke jalan raya. Cuma sekitar 10-15 meteran.
Deretan mobil di belakang dia juga lebih sedikit daripada deretan mobil yang di belakangku. Walaupun tetap harus mundur satu per satu, akan lebih singkat waktunya dibanding kalau deretan dia yang lebih sedikit itu yang mundur.


APV: "Ga bisa Mas! Di depan juga macet, ga bergerak. Ga bisa mundur keluar lagi ke jalanan!"
Supirku: "Ya gimana dong Pak, ini juga ga bisa mundur. Sebelah kiri itu udah jurang, mundur-mundur kalau ada yang jatuh siapa yang tanggung??"
APV: "Ya gimana dong Mas, ini juga ga bisa!"
Supirku: "Ya tetap resikonya lebih besar masuk jurang Pak! Mending deretan Bapak yang mundur, ke jalan raya sebentar, macet sebentar lagi gapapalah..."

Tiba-tiba muncul seorang bapak-bapak yang sepertinya adalah warga setempat. Mungkin dia naik dari rumahnya yang mungkin adalah salah satu rumah di bawah, di sisi jurang itu. Dia bicara dengan APV sebentar, kemudian tau-tau menyuruh mobilku beserta deretan di belakangku mundur. Aku melihat ke belakang. Supir angkot yang mobilnya tepat di belakangku juga bengong. Mundur? Yakin? Mundur ke mana? Gimana? Sebelah jurang begini mundur-mundur di jalan sempit.. gimana?? Tapi karena SATU ORANG BAPAK warga setempat yang datang jadi pahlawan kesiangan yang menyuruh kami mundur, akhirnya sepertinya kami harus menurut. Kalau udah ada warga yang turun tangan, sebaiknya menuruti warga kan.

Supirku udah kesal. Dia sempat ga mau mundur. Tapi kubilang coba aja dulu.. abisnya kalo menaikkan emosi di saat begini, bisa-bisa makin kacau. Udah ga ada yang mau mundur, main pelotot, nanti bisa-bisa terjadi tawuran antar pengemudi mendadak di jalan tembus ini -_-
Aku udah takut aja. Tapi untungnya supirku mau mengalah juga, meski sambil mengomel. Sebenernya aku juga ga terima. Apa susahnya sih mundur, toh deretan APV itu juga lebih sedikit. Kenapa ga mau ngalah banget sih.... Mana resikonya mobilku beserta deretan di belakangku masuk jurang, lagi. Ga mikir apa dia.
Di saat-saat begini aku suka bingung di mana letak otak dan hati orang-orang. Masing-masing memenangkan egonya sendiri. Semua orang saat itu memang sedang memburu waktu. Karena itu kan, pakai jalan tembus. Kenapa ga ada empati. Kalau anda yang terancam masuk jurang, gimana? Mau?


Deretan mobil di belakangku sudah mulai mundur sangat perlahan. Di beberapa wajah supir di belakang mobilku yang bisa kulihat, tersirat rasa enggan dan takut-takut saat memundurkan mobil mereka masing-masing. Macet aja taruhan nyawa. Apa-apaan ini. Bused.

Supirku: "Untung X-Trail udah ga di depan. Kalo masih di depan mungkin ga jalan-jalan ini kita."
Aku: "Iya ya."
Supirku: "Tapi pasti dia balik itu, di deretan belakang. Bingunglah dia mundur-mundur begini."
-_-
Iya juga.


Supirku berusaha mengepaskan posisi dengan tepi jurang dengan hati-hati, sembari mundur. Tapi lagi-lagi masalah motor. Aku bener-bener ga ngerti sama para pengendara motor macam ini. Kok egois banget gitu. Malu dong woy diliat anak sekolahan nih. Tua-tua masa ga bisa liat keadaan, orang lagi berusaha mundur, terancam masuk jurang, mereka malah selap-selip bikin kagok aja. Kalo aku buka kaca, kudorong dikit, mereka tuh yang masuk jurang. Kujadikan tumbal baru rasa. Ngeselin. Ga bisa ngantri dikit apa. Nunggu dulu gitu, sampe mobilku dan deretan mobil di belakangku berhasil mundur dengan baik dan berhenti di tempat yang pas dan aman, baru mereka jalan. HUH

Supirku udah gondok aja. Dengan tegas dia mundur, maju, mundur, memposisikan mobil ke arah belakang sampai pas, menyediakan jalan untuk arah lawan tanpa membahayakan mobil sendiri. Pengendara motor yang selap-selip tak tahu diri tidak begitu dihiraukan supirku.

Aku: "Pak Pak Pak!! Awas motor. Awas awas."
Supirku: "Biarin aja. Ga tau diri."
Aku: "..."

Aku cuma berdoa dalam hati aja supaya ga terjadi sesuatu. Meskipun mungkin kalau beneran ada motor yang kesenggol mobil dan masuk jurang bisa menjadi pelajaran bagi pengendara motor lainnya supaya lebih sadar kondisi, tapi tetep aja aku berharap aku ga ada di TKP kecelakaan semacam itu.

Tapi kita memang tidak bisa selalu memukul rata sesuatu. Tidak semua pengendara motor ga tahu diri. Seorang pengendara motor yang baik hati dan berempati dari arah depanku berhenti dan turun dari motornya. Dia membantu mobilku dan deretan mobil di belakangku mengepaskan mobil-mobilnya saat mundur supaya aman.
Akhirnya setelah semua mobil di belakang mobilku juga berhasil memundurkan mobil mereka ke posisi aman dan menyediakan jalan untuk arah lawan meskipun sempit, APV dan deretan mobil di belakangnya pun maju (masih diselingi motor-motor yang tak tahu diri). Buat aku ini ajaib banget. Karena kalo melihat jalanannya, aku ga nyangka bakal muat.
Supirku membuka kaca dan membantu mobil-mobil tersebut saat melewati mobil kami.

Supirku: "Kiri, kiri! Kanan jauh. Lurus, luruss! Ambil kiri dikit Pak! Ya, lurus terus. Jauh."

APV lewat.
Giliran sebuah sedan tua yang dikendarai seorang lelaki separuh baya.
Pengendara motor yang baik hati tadi baru kembali dari arah belakang mobilku dan menyapa pengendara sedan itu.

Pengandara motor yang baik hati: "Macet, Pak De!"
Sedan: "Iya nih, parah banget ya macetnya."
Pengendara motor yang baik hati: "Duluan ya Pak De!" (ia pun kembali ke motornya)
Supirku: "Kiri dikit Pak De! Ya, lurus, lurus."
Sedan: "Makasi yo!"
Supirku: "Sama-sama, Pak De!"
Aku: "Sejak kapan dia jadi Pak De kita bersama..."

Sedan lewat.
Giliran sebuah mobil Kijang yang dikendarai orang ibu-ibu berjilbab yang mengenakan kacamata hitam.

Supirku: "Waduh.. kurang kiri Bu! Ya, terus, terus. Yah Ibu kacamatanya dibuka dulu itu Bu, ga keliatan! Kurang kiri dikit Bu. Lurus, lurus. Jauh... Makanya kacanya dibuka dulu Bu."
*Si Ibu tetap cool dengan kacamata hitamnya.

Kijang lewat.
Beberapa mobil lain lewat, sampai akhirnya selesai dan mobilku bisa jalan lagi, begitu juga deretan mobil di belakang. Sudah mau keluar gang, ternyata macetnya betul-betul parah. Untungnya arah balik aja, arah ke sekolahku lancar. Tapi tetep aja, kemacetan di arah balik ini menutupi jalan keluar gang. Ga ada yang mau ngalah lagi....

Kalo dipikir-pikir, apa salahnya sih meluangkan beberapa menit untuk mobil-mobil yang di gang untuk keluar dulu, baru mereka jalan lagi. Toh setelah mereka jalan lagi pun mereka akan berhenti lagi karena macet. Jadi apa salahnya berhenti sebentar dulu untuk menyediakan jalan keluar buat yang di gang? Hh... tapi tetep aja ga ada yang mau.
Supirku buka kaca.

Supirku: "Bang berhenti sebentar dong, kesian ini yang di gang mau keluar!"

Tutup kaca.
Buka kaca lagi. Ngomel sedikit, tutup lagi. Sampai beberapa kali. Akhirnya ketemu celah juga. Akhirnya mobilku bisa keluar dari gang dan menemukan jalan menuju sekolah yang lancar.

Supirku: "Kalo saat begini mesti berani Dek, kalo ngga, ga jalan-jalan."
Aku: "..."

Mungkin kalo aku yang nyetir, memang ga akan jalan-jalan.