Sunday, November 08, 2009

Sekarang Aku Tahu

Kau tahu, kau tak akan pernah tahu sampai sejauh mana seseorang dapat terjatuh. Rasanya baru kemarin aku menerima kenyataan bahwa ayahku tidak sanggup membayar semua hutang yang selama ini dirahasiakannya dari aku dan Ibu. Orang-orang berbadan kekar itu kini telah menyita semuanya. Sekarang rumah, mobil, semuanya tak ada lagi. Simpanan uang di bank pun telah terkuras. Aku tak dapat lagi bersekolah. Tak ada biaya untuk apa pun juga.

Sedihku tak tertahankan, ketika tahu Ayah berhutang demi keborosanku dan Ibu. Perhiasan dan gaun-gaun Ibu, laptop dan uang saku tuntutanku per minggu untuk kesenanganku. Ayah menderita, aku dan Ibu dahulu bahagia.

Tak ada gengsi yang sekarang dapat kupertahankan. Harga diriku serasa jatuh dan terinjak-injak orang ketika kami mencari sebuah celah untuk tempat berteduh di antara rumah-rumah kumuh para gelandangan itu. Sekarang aku bahkan harus mengemis kepada orang-orang angkuh di mobil-mobil itu yang sebagaimana diriku dulu. Ayah memunguti kardus, koran, dan gelas plastik yang dalam sehari hanya dapat dihargai tidak lebih dari lima belas ribu rupiah.

Pedihku menyadari tak ada kemampuan dalam diriku. Seandainya ketika aku mampu, aku serius menjalani hari-hari sekolahku. Seandainya ketika aku mampu, aku memperdalam apa yang aku bisa. Seandainya aku dahulu begitu, aku pasti dapat melakukan hal yang lebih baik daripada mengemis kepada orang lain.

Ibu masih saja bertengkar dengan Ayah. Tak percaya dialah salah satu penyebab semua kesulitan ini, menyangka Ayah mempunyai hubungan gelap dengan wanita lain, tempat ke mana semua itu habis tak tersisa. Tetapi tak ada tempat lagi bagi Ibu untuk berlari pergi. Tak ada daya dirinya bertahan sendiri. Ia hanya berdiam diri, menangis kesal hampir gila di rumah kardus baru kami.

Kau tak akan dapat membayangkan sebelum engkau merasakannya sendiri. Seperti aku, mengemis uang kepada orang yang tidak aku kenal. Menebalkan muka, seolah tak tahu malu. Dengan tubuh lengkap tak bercacat, meminta-minta seolah tak ada hal lain yang dapat kulakukan. Ya, memang tidak ada. Sekarang aku tahu, tak ada gunanya fisik yang bagus tanpa otak dan hati yang bagus pula. Itulah diriku.

Lirikan mata sinis dan tangan-tangan yang menolak memberi membuat hatiku miris.

Sekarang aku tahu, betapa dungunya aku dahulu. Aku ini, salah seorang manusia yang begitu. Dan aku telah terjatuh, dan benturan ini begitu keras hingga membuka mata dalam diriku yang semula seperti buta dan begitu bodoh.

Wedding Ceremony ala Batak, Katekisasi, dan Nostalgia

Kemarin, Sabtu, 7 November, 2009

09:03
Bangun pagi

09:55
Mandi

11:10
Berangkat menuju Wedding Ceremony-nya guru agamaku, yang dilaksanakan dengan adat Batak.

12:58
Sampai di lokasi acara, di sebuah gereja di daerah Depok.
Kupikir udah telah, ternyata belum. Pasangan pengantinnya aja belum dateng, tapi lokasinya udah penuh banget. Dan sekitar 85% orang batak. Matanya belo-belo... agak serem juga :p

13:10
Pengantinnya dateng. Ada semacam arak-arakan gitu, sampe pasangan pengantinnya tiba di pelaminan. Rasanya gimanaa gitu ngeliat guruku memasuki tahap kehidupan baru bersama pria yang baru aja jadi suaminya itu :D
Lagu-lagu yang dinyanyiin oleh band semuanya lagu Batak. MC-nya juga ngomong bahasa Batak terus. Untung ada guruku, Ibu Yo, yang jadi translator hihi

Acaranya lamaaa banget. Soalnya ngikutin tata cara adat Batak. Mana panaas, lagi, soalnya ruangannya terbuka gitu. Klo ngikutin tata cara Batak untuk sesi salam-salaman dengan pengantin, bisa sore aku baliknya. Untung boleh minta ijin salaman duluan. Hehe.. akhirnya aku sekeluarga nyelametin guruku itu dan pamit pergi.

13:45
Pergi ke arah Gading Serpong, mau katekisasi.
Maceet... panas... duh duh

15:30
Sampe di Gading, mampir sebentar di Summarecon Mall Serpong buat makan. Haah.. laper.

15:55
Selesai makan, berangkat ke gereja buat katekisasi.

16:05
Mulai katekisasi.
Pendetanya enak. Terakhirnya ngobrol, keterusan :p

17:40
Selesai katekisasi, berangkat ke rumah Omku yang deket situ untuk numpang mandi hehe..

18:15
Selesai mandi dan beres-beres, berangkat lagi ke arah Pondok Indah, ke acara ulang tahunnya temen SDku yang udah lamaaaa banget ga ketemu.

19:10
Sampe di tempat acara ultahnya....
Duh aku ga kenal siapa-siapa. Tp untungnya temenku yang ultah itu, si Natasha, orangnya supel dan nyentrik. Hihi.. dia nemenin semua tamunya (temen SDnya, temen SMPnya, temen kuliahnya, temen-temennya yang lain, yang semuanya ga saling kenal antar kelompok lain) secara merata.
Bolak-balik, mondar-mandiiir terus. Klo ga sempet nemenin ngobrol, paling dia cuma "Halo sayang!" atau "I love youu" atau kiss bye. Hahah.. kocak sekali deh dia.

Natasha itu salah satu temenku yang berubah drastis sekali yang dulu dengan yang sekarang. Terutama fisiknya (aku juga sih, cuma bedanya dia mengurus aku menggemuk :p). Klo masalah anehnya sih, dari dulu sampe sekarang dia emang aneh. Hahahah

Lihat-lihat ini, foto kami sewaktu SD:

Maaf ya, klo ga jelas fotonya. Hehe. Aku yang kedua dari kiri, Natasha yang kedua dari kanan. Iya, kami dua orang yang ditengah. Aku yang kiri dia yang kanan. Bisa dilihat, aku lebih kurus dan lebih tinggi dari si Nat-nat. Dulu dia lebih pendek, dan lebih gendut hihi xP

Tapi-tapi, lihat yang sekarang:
Ini aku yang sekarang. Gemuk, dan tinggiku agak stucked di (kurang lebih) 159 cm :p

Dan ini Natasha, yang udah jadi kurus abis dan tinggi banget.

Pesta ulang tahunnya kemarin bener-bener membawa nostalgia. Awalnya aku ga kenal siapa-siapa, tapi makin lama satu per satu temen-temen SDku yang lain bermunculan.

Ada beberapa yang berubah drastis juga, tapi tetep ga sedrastis Natasha.

Misalnya Amanda, yang dulunya sangat sederhana dan pendiem, sekarang udah dandan dan gaun yang dipake kemarin terbuka gitu. Ngebayangin Amanda yang dlu, apa mungkin dia pake gaun begitu? Dulu rambutnya pendek terus, pendek banget. Aku masih inget pas aku ke ultahnya dia (lupa yang keberapa) aku dikasih bingkisan berupa kantong doraemon warna ijo yang isinya sebuah komik doraemon dan snacks.

Ada juga Debby, yang dulu sering dikuncir dua. Rambutnya hitam kecoklatan dan dia suka pake pita atau hiasan jepit di kepalanya, yang kuanggap udah jadi ciri khasnya dia. Kemaren juga aku langsung ngenalin dia gara-gara jepit berbentuk topi cantik yang terpasang miring di kepalanya itu :) Sekarang dia juga udah lebih tinggi dikit daripada aku, dan lagi-lagi, dandan.

Masih ada lagi yang lain.

Semuanya pada dandan, kecuali aku sama Abi yang biasa aja. Mungkin gara-gara aku abis dari kondangan dan katekisasi, dan Abi dari kondangan dan tempat les? Jadi kami ga sempet dandan?
Ngga juga. Sampe sekarang bisa dibilang aku ga pernah kepikiran buat dandan. Apa yang salah ya dengan aku?

Ngeliat temen SDku udah pada berubah jadi cewe-cewe cantik yang dewasa sedangkan aku buat dandan aja belum kepikiran, aku seperti merasa waktu di duniaku berjalan lambat sedangkan mereka cepat. Masalah dandan dan mengurus badan itu yang paling menyentil.

Masalah ngga sih, klo seumur hidup aku ga mau dandan? Masalah ga sih kalo seumur hidup aku ga mau merawat kuku dan sebagainya?

Hmm...

Oke, balik lagi ke acara ultahnya Natasha :)
Pesta ultah itu seperti acara reunian jadinya. Kami ngumpul dan ngobrol, tukar cerita.

Abi: "Gue inget banget tuh Nat sama lo yang dulu, yang masih freak terus gendut. Gue kan pernah bikin lo nangis tuh! Lo sampe ga mau keluar, nangis-nangis disuruh keluar ga mau juga."

Aku: "Oh iya, waktu itu juga pernah kan kita bikin Natasha nangis gara-gara ngga ngajak dia ikutan ke PIM :P"

Debby: "Eh eh gue juga pernah bikin si Natasha nangis. Waktu itu..."

BETUL, saudara-saudari pembaca sekalian. Hal yang unik terlah terjadi malam itu. Kami semua jadi sadar, dulu kami semuanya pernah ngejahatin Natasha dan bikin dia nangis! Dan sekarang kami jadi temenan bahkan dan diundang ke pesta sweet seventeen-nya. Kalo dipikir, Natasha itu anaknya baik sekali dan pinter banget dalam berteman.
Dia ngga dendam walopun dulu udah sering dibikin nangis. Ini aja, klo dia ga suka ngajak aku chat mungkin aku sama dia udah kehilangan kontak. Padahal dulu aku dan yang lain bikin dia nangis tapi dia masih dengan senang berteman. Nat, kamu hebat. Selamat ulang tahun yang ke-tujuh belas ya :)

20:33
Pulang

21:45
Sampai di rumah.

Berakhirlah hari yang melelahkan namun menyenangkan kemarin :D

Hari ini seharian aku di rumah aja sama adeku. Malem ini ortuku mau ke kondangan, klo ga salah. Hmm..

Hujan lagi.

Wednesday, November 04, 2009

University Visit ke UI Depok

.

Hari ini kelas 12 SMA Madania berkunjung ke Universitas Indonesia di Depok, dalam rangka University Visit yang merupakan acara tahunan.

Kami berangkat dari sekolah sekitar jam setengah delapan pagi. Sesampainya di sana, kami langsung diarahkan ke ruang seminar Fakultas Kesehatan Masyarakat. Di sana, kami diberi presentasi singkat seputar UI, jalur masuk, program beasiswa, biaya kuliah, dan sebagainya oleh perwakilan humas di sana.

Masalah biaya adalah yang paling menarik perhatianku.
Ternyata, UI sangat fleksibel mengenai biaya kuliah. Range-nya antara Rp. 100.000 (paling sedikit) sampai Rp. 5.000.000, tapi tergantung fakultasnya juga. Yang kelas internasional, pastinya lebih mahal.

Katanya, masalah biaya kuliah, uang pangkal dan lainnya dibicarakan setelah semua ujian masuk selesai dan diterima. Tidak seperti beberapa universitas lain, yang baru mau masuk sudah ditagih "Bisa bayar uang pangkal berapa?".

Salah satu prinsip UI adalah tidak ada seorangpun yang tidak bisa berkuliah karena masalah biaya. Misalnya seorang mahasiswa mendadak keluarganya bangkrut dan tidak sanggup meneruskan pembayaran kuliahnya, mahasiswa tersebut tidak langsung dikeluarkan melainkan diajak diskusi kembali dan diberi keringanan. Tidak ada mahasiswa yang dibiarkan putus kuliah karena masalah uang. Kalau DO karena masalah akademik, itu lain soal.

Bahkan, katanya, ada mahasiswa yang uang kuliahnya hanya Rp. 100.000 per bulannya (kalau tidak salah) dengan uang pangkal NOL RUPIAH alias tanpa uang pangkal. Universitas yang men-support semuanya. Berhubung UI sekarang bukan lagi berstatus universitas negeri melainkan termasuk badan hukum milik negara (kalau tidak salah lagi), UI dapat mengelola keuangannya sendiri. Biaya untuk men-support anak-anak yang berkekurangan itu pun, didapat dari usaha-usaha eksternal dan internal yang dilakukan pihak UI, yang mana pendapatannya cukup besar :)

Jadi, menurut beberapa mahasiswa dan mahasiswi di sana yang juga sempat sharing dengan kami, jika ingin masuk UI yang diperlukan adalah DUIT: Doa, Usaha, Ikhtiar, dan Talenta (apa salah ya?? :p). Intinya, bukan masalah uang yang dipentingkan.



Setelah presentasi singkat di FKM, siswa siswi SMA Madania dipisah menjadi dua kelompok berdasarkan jurusannya, IPA dan IPS. Anak-anak Arts bergabung dengan kelompok IPS. Dua orang anak IPA, Dhan dan Tata juga ikut dengan kelompok IPS karena mereka berencana masuk ke jurusan IPS, bukan IPA. Salah jurusan tuh mereka :p

Anak-anak IPA tetap tinggal di FKM untuk meneruskan presentasi tentang FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat). Sedangkan anak-anak dalam kelompok IPS (termasuk anak-anak Arts dan 2 anak IPA nyasar itu) pergi menuju FE (Fakultas Ekonomi). Aku termasuk di dalam kelompok yang IPS ini.

Di FE, kami diberi presentasi singkat lagi, kali ini mengenai FE. Yang memberi presentasi adalah seorang masasiswa akutansi, yaitu Kak Bagus. Setelah presentasi, dibuka sesi tanya-jawab dan sharing lagi. Dalam sesi ini, Kak Bagus ditemani 3 orang temannya yang lain, 1 cowo dan 2 cewe. Aku lupa nama mereka :p

Katanya, biarpun FE itu jurusan IPS, tapi mayoritas yang berhasil masuk ke fakultas ini adalah anak-anak dari jurusan IPA. Mengapa?
Sebenarnya, ditinjau dari penguasaan bidang jelas lebih unggul anak-anak dari jurusan IPS karena mereka sudah dari SMA mendapat mata pelajaran akutansi, ekonomi, dan sebagainya sedangkan anak IPA tidak. Tapi, anak IPA ternyata cenderung lebih kuat di matematika dasarnya, yang merupakan salah satu bidang yang diujikan dalam ujian masuk fakultas ini. Masalah mental juga menentukan. Jangan sampai kita terlalu gelisah dan tegang saat ujian masuk, karena akan mempengaruhi performa kita juga. Ada yang sama sekali tidak diterima hanya karena lupa mengisi kode soal. Itu kan tidak lucu banget :(

Walaupun mayoritas anak IPA yang berhasil lolos masuk ke FE, keunggulan anak IPS yang minoritas tetap terbukti. Saat menghadapi mata kuliah akutansi dan sebagainya, anak IPS sudah teradaptasi sejak SMA dan dapat menjalaninya dengan lebih baik dan santai. Sedangkan bagi anak IPA, mata pelajaran akutansi dan lainnya itu adalah suatu hal yang baru, karena itu mereka harus berusaha lebih keras dibandingkan anak IPS setelah masuk ke FE. Jadi, jangan putus semangat ya, anak IPS! :)

Pada saat sesi tanya-jawab, ada macam-macam pertanyaan yang anak-anak IPS Madania ajukan. Dari yang serius dan penting, sampai yang aneh-aneh seperti:

1.
Adri: "Kalo saya mau jadi PNS dari FE gimana?"

2.
Diza: "Saya eh... saya mau tanya!" (tunjuk tangan) "Boleh pinjem jaketnya ga?"

Kak Bagus kontan ketawa dan melepas jaket kuning khas Universitas Indonesianya. Tapi ternyata kebesaran buat Diza yang badannya kecil. Jadi jaket kuning teman cewenyalah yang akhirnya Diza pakai. Abis itu, Diza foto-to sama kakak-kakak itu deh xD
Bagus, Diza! Itu doa, lho. Semoga tahun depan Diza bisa mengenakan jaket kuning UI miliknya sendiri. Amiiin!


Setelah presentasi FE, kami tour sedikit di seputar lokasi FE. Setelah itu, foto bersama di depan air mancur yang ada lambang UI di tengahnya. Katanya, dari semua fakultas, air mancur berlambang UI itu cuma ada di FE. Sampai-sampai ada mahasiswa-mahasiswi dari fakultas lain yang datang ke FE cuma untuk foto-foto di depan air mancur itu :D

Setelah dari FE, kami, kelompok IPS, pergi lagi ke fakultas lain yaitu Fakultas Psikologi. Di sana kami diberi presentasi singkat lagi. Kali ini yang presentasi adalah Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa; BEM itu seperti OSIS di dunia kuliah) dan dua orang mahasiswi anggota BEM bagian humas di FP itu.

Katanya FP membuka banyak sekali tawaran beasiswa, bahkan sampai berlebih.
Mahasiswa FP mayoritas perempuan, entah kenapa.
Dari seluruh fakultas, cuma kantin FP yang punya view ke arah danau :)

Setelah dari FP, kami pun pulang.
Saat perjalanan pulang, cuaca sangaaat puanas. Saking panasnya, dari kejauhan kita bisa melihat uap panas seperti yang kita lihat di atas kompor kalau kita lagi masak. Ckckck
Mana macet, lagi. Capee lagi. Lapeer, lagi. Haduh..
Cari restoran padang buat pesen makanan bawa pulang, susah. Akhirnya ketemu juga tempat makan yang enak parkirnya buat bus yang kami pakai. Anak-anak pun pada turun beli makanan bawa pulang.

Sekitar jam 3, kami pun sampai lagi di sekolah dan pulang ke rumaah x)
Akhirnya.

Begitulah kira-kira University Visit tahun ini.

Tuesday, November 03, 2009

Rossleben, 5-25 Juli 2009

.

Tanggal 5 sampai 25 bulan Juli kemarin aku pergi ke sebuah desa kecil di Jerman, namanya Rossleben. Aku pergi ke sana dalam rangka kursus musim panas atau summer course atau sommer kurs bahasa Jerman :) Sekarang udah awal bulan November... sebenernya hal ini udah lama, tapi ga pernah terasa basi buat aku hehee.. dan aku baru buka blog lagi sekarang setelah sekian lama, dan aku ngerasa ngga mau aja ngetik hal lain kalo cerita tentang sommer kurs di Rossleben ini terlewatkan :)

Aku merasa beruntung banget bisa jadi salah satu peserta kursus musim panas ini, dikelompokkan dengan 8 orang menyenangkan sesama dari Indonesia (Nurul Parvitasari, Meiska Apriliana, Gregorius Ragil Wibawanto, Ebed Kharistian Marsudi, Rizky Triandi Pamungkas, Maura Jessiquin Nasarani Putri, Widia Oktapiani, dan Pipih Nurlatipah), menuju sebuah lokasi asing yang indah bernama Rossleben dan tinggal di sana selama 3 minggu.

Rossleben itu sebuah kota (atau desa, mungkin) yang sangat kecil di Jerman timur. Saking kecilnya, di peta pun ngga ada.
Untuk sampai di sana, selain transit pesawat di Singapura dan Munchen, dan naik pesawat kecil regional ke Leipzig, kami naik bus melewati hamparan ladang-ladang dan padang rumput yang ngga ada habisnya serta beberapa hutan kecil.

Nurul mulai panik.
Memang, kami tau kalau daerah tujuan kami bukanlah sebuah kota besar. Kami tau kalau daerah tujuan kami adalah daerah kecil. Tapi kami ngga nyangka kalau sampai harus melewati hutan dan segala macamnya itu. Ngga ada pusat belanja, ngga ada deretan toko souvenir, ngga ada... lain-lainnya yang kami bayangkan setidaknya ada.

Tapi aku sih senang-senang aja. Baru kali itu aku ngeliat hamparan rumput dan ladang yang begitu luas, langit yang begitu lapang dapat dipandang tanpa terhalang gedung-gedung tinggi, serta pemandangan asri yang ngga terganggu dengan warung pinggiran, sampah, dan sebagainya.



Klo aja waktu itu Nurul ngga gelisah tentang hal ini, aku pasti udah ga mi
kirin. Hehee.. :p

Sampai di Rossleben, aku masih... istilahnya "terpana". Pemandangan di sana bener-bener baru buatku. Rossleben, walaupun desa kecil, lokasinya sangat rapi, bersih, dan nyaman. Ngga seperti "desa" di Indonesia. Semuanya terlihat ngga membosankan. Jalanannya ngga jalan tanah, ngga semuanya jalan aspal juga. Ada jalanan dari batu2 datar yang disusun, serta variasi lainnya. Rumah di sana juga ngga standar kayak rumah-rumah di sini, yang dinding kotak semen halus dan atap segitiga susunan genteng. Di sana, dinding rumahnya bervariasi: semen kasar, kayu, bata... atap rumahnya juga ngga segitiga semua: setengah segi enam, atap dari kayu, dan lain-lain. Kebun-kebun di halaman rumah mereka juga terawat dan berbunga-bunga, enak dipandang. Di beberapa ambang jendela juga terpasang tempat tanaman :)

Di Rossleben kami bersama anak-anak dari (katanya) 17 negara lain tinggal selama 3 minggu di Klosterschule Rossleben. Bangunannya megah, daerahnya luas, rimbun, dan tua. Tetap, bersih. Dan pastinya, dingin.

Di sana, selama 3 minggu, ada banyaaak sekali kejadian yang jadi kenangan indah :)




Di sini, kami duduk-duduk atau bikin video klip :P
Hampir terjadi insiden antara Meiska dan Nurul gara-gara keseruan pas pembuatan videonya.


Di sini kita bermain catur xD
Aku masih belum bisa mengalahkan Ebed dan Ragil. Hmm....



Di sini, aku menonton orang-orang bermain ping-pong.
Ternyata, Meiska lumayan juga! Xd



Ini adalah jalan yang kami lewati setiap kali mau ke Cafetaria, tempat bermain catur dan ping-pong, serta jalan kecil menuju area belakang Klosterschule. Di Cafetaria itulah (bangunan yang kelihatan di tengah itu) parties, disco, dan kursus singkat tarian mesir (:p) khusus perempuan, kursus mematung (bildhauerei), kursus singkat dansa Waltz dan Cha Cha, Rossleben Idol Competition, Bakery, Kultur Abend, dan arena pertandinan kartu massal pernah diadakan dalam 3 minggu selama kami di sana :D





Ini kamar tempat anak-anak peserta sommer kurs tidur dan bersantai saat malam dan waktu senggang. Di sana Nurul dengan ekspresif menunjukkan betapa tidak enaknya makan obat cina buat sariawan.

Sekedar informasi, itu bukan tempat tidurku melainkan teman sekamarku. Hmm... ternyata walopun Mamiku sering bilang kalo aku suka berantakan, ada orang lain yang jauuuuuuuh lebih berantakan daripada aku :)
hehee..



Ini Mensa. Mensa adalah rumah makan. Di sanalah tempat kami semua sarapan, makan siang, makan malam, main-main piano, ngobrol sambil minum teh, dan melihat jadwal kegiatan. Pada malam terakhir, di Mensa ini jugalah Nation Abend diadakan.
Nurul, yang berulang tahun tanggal 9 Juli juga merayakan ulang tahunnya di Mensa ini secara sederhana. Guru-guru dan para pengawas di sana datang membawa kue dan sebatang bunga matahari untuknya :)
Walaupun ga ada Papa.. ga ada Mama.. ga ada Ayang.. ga ada Erika.. dan lainnya, Nurul menangis terharu bahagia.



Ini salah satu area belakang Klosterschule, dekat danau. Biasanya di sana ada keluarga angsa yang harmonis sedang piknik. Namun kali itu tempat mereka kami pinjam untuk mengadakan acara api unggun :D



Di sana kami ketemu banyak teman baru dari berbagai negara, dan pastinya ada yang unik-unik juga. Seperti Juanci jago bahasa tubuh dan Peter yang ga bosen-bosennya nanya "What are you doing???" ke orang-orang yang dia temui.



Selain melakukan kegiatan di Klosterschule, kami juga suka jalan2 menjelajahi Rossleben. Ngga menjelajahi juga sih, bolak-balik supermarket, restoran Alibaba, sama pertokoan kecil di sana aja hihi xP


Duh sebenernya masih banyak lagi yang bisa diceritakan. Tapi jadinya akan panjang sekali. Terlalu banyak untuk diungkapkan.


Rindu Tanah Air :)

Seorang guru tiba-tiba menanyakan nama grup kami (9 orang dari Indonesia) saat kami sedang latihan untuk performance Nation Abend. Akhirnya tercetuslah nama itu, "Rindu Tanah Air".


Sampai sekarang, aku masih terkenang banget kalau mendengar lagu2 yang pada saat itu kami bawakan di hadapan banyak orang dari berbagai negara, sebagai perwakilan Indonesia di Jerman :)

Tanah Airku, Manuk Dadali, Cublak-Cublak Suweng, Kampuang nan Jaoh di Mato, dan Ampar-Ampar Pisang....





Kangen sama semuanyaa x)
Walaupun ketika pulang ke Indonesia kita sudah terpisah lagi ke daerah masing-masing... rasanya sudah seperti saudara :)
Saling mendoakan ya, walaupun gempa di sana-sini, tsunami, banjir... semoga kita semua selamat dan sehat selalu, dan suatu hari nanti bisa berkumpul lagi dalam keadaan utuh dan sehat lahir batin. Amiin.